Wajah Dalam Cermin

by Unknown , at 05.43 , has 0 komentar

Tak sekejap yang kubayangkan tiba-tiba aku ambruk. Terbatuk-batuk dan menangis, aku menutup wajahku dengan tangan yang terluka kemudian kusebut berulang kali nama asliku. Bagiku nama asli tak memiliki nada khusus, akan tetapi ketika kusebutkan ada rasa lembut, tajam dan pahit bagai pahitnya ujung mentimun. Dalam lubuk hati. Aku ulang kembali nama itu, aku memekik dan berteriak. Aku tengah mengalami dampak buruk dalam seluruh kehidupanku, sungguh benar-benar aku merasakan kepedihan dan terus saja menangis dalam keadaan terkelungkup sementara kaca-kaca berserakan dari pecahan cermin.

Aku pikir, menangis akan mengurangi sebuah penyesalan atau kekecewaan dan aku akan merasa baikan dalam beberapa menit, jam, hari, bulan, tahun atau bahkan mungkin dalam beberapa abad. Aku hanya menduganya. Aku sudah tak peduli pada waktu, sebab waktu telah menikam harga diriku dalam hitungan usia. Bagaimana mungkin dalam usia tujuh belas tahun aku merasakan perbedaan pada sifat, kelakuan dan kebiasaan pada diriku? Lebih tepatnya aku memiliki penyimpangan prilaku. Keadaan yang kurasakan ini berada dalam luar pemahaman manusia yang biasa-biasa saja, aku pun tak tahu jika aku memiliki keadaan yang ada di luar dari keadaan fisik.

Aku bangkit, ketika kugerakan tubuhku terasa linu. Kemudian berjalan menuju cermin, kugosokkan kedua tanganku, benar-benar wajah yang mengerikan! Darah melumuri seluruh bagian mukaku, darah dari tangan yang terluka. Aku mulai menarik-narik mata dan kedua sudut mulutku, kugembungkan pipiku, kubelai-belai rambutku yang panjang dan aku mulai menikmati wajahku di depan cermin. Wajah ini sangat berbeda dari wajah-wajah yang telah aku ciptakan di cermin-cermin sebelumnya, cermin yang telah aku pecahkan dengan tinju tangan-tanganku. Kau tahu? Aku mampu menciptakan berbagai macam mimik di wajahku; lucu maupun menakutkan. Aku sangat mengetahui ekspresi mereka, yang mampu membuatku tertawa, menangis dan membenci. Mereka semua wajahku. Tidakkah terpikirkan bahwa substansi dari ekpresi-ekpresi wajah merupakan respons dari rangsangan yang tak jelas yang tercipta karena adanya keragu-raguan? Semua itu cenderung membawa manusia ke dalam kekecewaan, lebih mengerikan lagi kegilaan. Namun aku terpaksa menampilkan mimik-mimik ini, hanya karena aku tak ingin mendengar nama asliku dipanggil oleh setiap manusia. Nama yang sungguh menyakitkan jika terdengar, karena aku merasa nama itu bukan bagian dari pikiran dan perasaanku.

Sekali lagi, kutatap mimik wajahku sebelum aku memutuskan untuk mengubahnya dengan wajah asliku, wajah yang sangat kudambakan. Aku berjalan menuju wastafel dan kubasuh seluruh darah yang menempel di seluruh bagian wajahku. Selanjutnya kukeringkan darah yang melekat di kedua tangan lalu kubalut luka, aku seperti tengah menemukan sebuah harapan ketika melakukan itu semua. Setelah itu, aku menghadap ke depan cermin. Ku buka kotak riasku dan mulai ku kenakan bedak, lipstik, blush on, eye shadow dan alat rias wajah lainnya. Aku menemukan diriku sendiri pada wajah yang terhias ini, wajah yang cantik yang didambakan oleh setiap lelaki. Dan ketika aku memakainya di luar sana seakan seluruh kebutuhan hidupku telah terpenuhi. Aku sangat bahagia. Namun, ditengah kebahagianku tiba-tiba terdengar suara memanggil, suaranya kasar dan berisikan perintah. Aku muak mendengar suara itu, kepalaku mendidih, dadaku panas dan hatiku bergejolak. Tanganku mengepal, gigi gemeratak, nafas memburu. Ku tinju cermin yang menampilkan wajah kebanggaanku, berulang kali. Hingga akhirnya cermin hancur berserak di lantai, darah mengalir dari tanganku namun suara itu terus saja memanggil “Yulianto…. Yulianto.. cepat kau keluar dari kamar, temanmu menunggu untuk latihan karate. Jadilah laki-laki kuat dan pemberani!”
Wajah Dalam Cermin
About
Wajah Dalam Cermin - written by Unknown , published at 05.43 . And has 0 komentar
0 komentar Add a comment
Bck
Cancel Reply
Theme designed by inaprofit.com - Ndybook - Published by O-KAO
Powered by O-KAO