Bukan tentang berapa lama waktu yang di habiskan,
Tapi betapa berartinya sebuah kebersamaan.
“Pantai?, ternyata bukan ide yang buruk”.
Naira menoleh, sebuah senyum terukir di bibirnya saat mendapati wajah Steven yang berjalan di sampingnya terlihat menyukai tempat pilihannya.
“Ku harap kalimat itu tulus. Bukan hanya karena merasa tak enak padaku”.
“Ha ha ha, tentu saja tulus. Lagi pula tidak ada alasan yang mengharuskan ku berbohong hanya untuk menyenangkan hatimu” balas Steven sambil tertawa.
Langkah Naira terhenti. Pandangannya terarah lurus kearah Steven.
“Ehem, Maksutku aku benar – benar menyukainya” Ralat Steven cepat seolah baru menyadari kalimat yang baru saja di ucapkan.
Kali ini Naira juga hanya membalas dengan anggukan sebelum kemudian kembali melangkah. Berjalan menyusuri pantai.
Credit Gambar : Star Night
“Oh ya, Bagaimana denganmu?” tanya Naira setelah beberapa saat keduanya hanya terdiam.
“He?” Kening Steven tampak sedikit berkerut. Tak mengerti arah pertanyaan yang Naria ucapkan.
“Aku kan sudah bercerita tentang diriku sendiri. Sekarang bagaimana dengan mu. Kau pergi jalan bersama ku , tidak kah ada yang akan marah nantinya?” terang Naira.
“Marah?, siapa?” Steven malah balik bertanya.
Naira angkat bahu walau tak urung mulutnya berucap “Pacar mungkin”.
Steven tidak langsung menjawab. Untuk sejenak dia terdiam.
“Kalau seandainya aku punya pacar, apa mungkin aku mengajakmu jalan bareng?” tanya Steven berumpama.
“O” Naira mengangguk – anggukkan kepala “Apa itu artinya kau tidak punya pacar sekarang”.
“Ha ha ha, Hei bagaimana bisa kau mengambil kesimpulan begitu cepat” Kata Steven terdengar memprotes.
“Lho, jadi salah?” Gantian Kening Naira yang berkerut bingung. “Maksutnya kau sudah punya pacar?” sambungnya lagi.
“Nggak gitu juga si”.
“Ah, kau membuat ku bingung. Jadi sebenarnya kau punya pacar atau tidak?” tanya Naira menegaskan.
Lagi – lagi steven terdiam. Tetap melangkah dengan pandangan terarah ke depan. Tangannya sengaja ia masukan kedalam saku. Untuk sejenak di helanya nafas dalam – dalam. Menghirup udara pantai yang terasa segar. Mencium wanginya air laut.
“Pacar memang tidak. Tapi kalau gadis yang kusukai sepertinya ada”.
Naira kembali menghentikan langkahnya. Sebelah alisnya sedikit terangkat menatap kearah Steven yang berdiri di hadapannya sambil angkat bahu. Sampai kemudian Naira mengalihkan tatapannya kearah sekeliling. Hari sudah sore. Langit juga terlihat tidak terlalu cerah walau tiada tanda – tanda akan turun hujan. Setelah terlebih dahulu menghela nafas ia melepaskan kedua sandalnya. Menjejerkannya untuk dijadikan alas duduk sebelum kemudian memberi isarat kearah Steven untuk melakukan hal yang sama.
“Kalau memang sudah ada gadis yang kau sukai kenapa tidak kau ajak jalan bersama, kenapa kau malah mengajak ku?” Naira kembali buka mulut.
“Gadis yang ku sukai bukan berarti menyukaiku”.
“O... Jadi maksutnya Cintamu bertepuk sebelah tangan. Cek cek cek, kasian sekali dirimu” Kata Naira setengah meledek sambil menatap kearah Steven dengan tatapan sok prihatin.
“Ha ha ha. Kau tipe orang yang benar – benar suka menyimpulkan sesuatu dengan cara instan ternyata”.
“Apa aku salah lagi?”.
“Tidak sepenuhnya. Hanya saja ada sedikit bagian yang harus di ralat. Gadis yang ku suka bukan tidak menyukai ku. Tapi aku tidak tau bagaimana perasaannya yang sesungguhnya pada ku”.
Naira terdiam sambil mengangguk – anggukan kepala. Kali ini gantian Steven yang menatapnya heran.
“Kenapa kau hanya diam saja?”.
“Aku takut salah dalam menyimpulkan”.
Mendengar alasan yang keluar dari mulut Naira sontak membuat Steven tertawa lepas. Apalagi saat mendapati Naira mengucapkannya dengan raut wajah serius.
“Kau menyindirku ya?” Tanya Steven yang hanya di balas cengiran polos Naira.
“Jadi?”.
“Jadi?” ulang Steven tak mengerti.
“Ya jadi kesimpulannya gadis itu bagaimana?. kau tidak berniat untuk mengutarakan perasaanmu supaya kau bisa tau perasaannya?”.
“Tidak” balas Steven singkat.
“Kenapa?” tanya Naira penasaran.
Steven tampak menghela nafas sebelum mulutnya berujar. “Aku tidak bisa mengutarakannya karena aku tidak punya kesempatan. Tidak, maksutku bukan tidak punya tapi kesempatan itu sudah tidak ada. Selama ini telah begitu banyak waktu yang kami habiskan untuk bersama. Aku pikir semua itu sudah cukup untuk membuatnya mengerti tentang perasaan ku tanpa perlu aku mengatakannya. Ternyata aku salah, beberapa hari yang lalu ia mengatakan bahwa orang tuanya telah mengaturkan perjodohan untuknya. Dan orang itu adalah sahabat aku sendiri yang ku tahu memang telah lama menyukainya”.
“Dan dia menerimanya?” tanya Naira karena Steven tidak melanjutkan ucapannya walau tak urung mengangguk membenarkan.
“Kau tidak berusaha untuk menahannya?” tanya Naira lagi. Lagi - lagi Steven mengangguk.
“Kenapa?”.
“Dia menerima perjodohan itu tanpa bantahan sama sekali. Seandainya dia menyukaiku pasti dia akan menolaknya bukan?” Balas Steven.
Naira tersenyum “Kalau seandainya dia menyukaimu mungkin dia harus menolak?. Kalau gitu bagaiman jika pertanyaannya di balik. Kalau seandainya kau menyukainya bukan kah kau seharusnya menahannya?”.
“Maksutmu?” Tanya Steven bingung.
“Kau tau, aku pernah membaca sebuah cerita. Cerita yang menyentuh perasaanku. Aku lupa apa judul dan siapa pengarangya. Hanya saja, dia berkata. Walau sudah bertahun – tahun daun bersama pohon pada akhirnya dia akan tetap jatuh dan terbang tertiup angin. Yang jadi pertanyaan, apa benar Daun itu jatuh karena kerasnya angin bertiup, atau memang karena pohon yang tidak pernah memintanya untuk tinggal?. Tapi mungkin juga memang karena keduanya”.
Steven langsung menoleh mendengar apa yang Naira ucapkan.
“Sebelum dia menerima perjodohan itu Aku yakin dia meminta pendapatmu?” tanya Naira yang lagi – lagi membuat Steven mengangguk.
“Tidakkah kau merasa mungkin dia juga memiliki pendapat sama sepertimu. Dia mungkin juga butuh kepastian. Mungkin dia ingin menguji perasaan mu padanya. Mungkin jika kau memang menyukainya kau akan menahannya. Bukan malah melepaskan dengan begitu mudahnya. Yah seperti yang telah di ketahui bersama, dalam hidup ini memang selalu terdapat banyak kemungkinan” tambah Naira lagi yang sukses membuat Steven terdiam. Sama sekali tidak mampu untuk berkata lagi. Astaga, benarkan apa yang Naira katakan?. Jika memang begitu bukankah berarti ia yang bodoh.
“Jadi, Menurutmu sekarang apa yang harus aku lakukan?” tanya Steven setelah berhasil mencerna semuanya.
Naira terdiam. Pandangannya untuk sejenak menerawang jauh. “Aku juga tidak tau karena tidak semua orang beruntung bisa memiliki kesempatan kedua. Tapi ada satu yang bisa ku katakan pada mu. ‘pastikan kau tidak akan melakukan kesalahan yang sama’. Kau mengerti maksut ku kan?”.
Steven masih terdiam terpaku. Sama sekali tidak menjawab. Naira juga tidak tertarik untuk mendesaknya. Biarlah, munkin Steven memang butuh waktu untuk menyadari semuanya.