Monggo, silahkan langsung di baca. Jangan lupa tinggalin jejaknya ya?. Minimal like facebook lah ....
Oke deh, Happy reading...
Aku berjalan sendirian tanpa tawa dari Anya, Tiwi dan Tia. Terpaksa aku meninggalkan mereka, karena tak tahan dengan sikap dingin mereka. Aku berjalan sambil menunduk tak melihat arah depan..dan tiba – tiba saja. Bruuuk,aku langsung mendongak. Ternyata aku menabrak segerombolan cewek.
“Punya mata apa nggak sih loe” bentak Kak Silvi, karena aku menabraknya.
“Maaf kak aku nda sengaja” kataku tiba – tiba saja tangan Kak Silvi menarikku membawaku ke lorong deket tangga. Ya Kak Silvi orang yang kata Anya orang yang selalu mengejar cinta Kak Aldi, namun selalu ditolak kak aldi,orang yang menurutku juga tak berperikemanusiaan.
“ Eh dengerin gue ya jangan pernah loe coba – coba deketin Aldi” katanya sambil menarik pipiku. Aku coba melepaskan tangannya,
”Maksud Kak Silvi apa?”Tanyaku stelah berhasil melepaskan tangannya.
“Nggak usah bego atau pura – pura nggak tau deh, dengernya kemaren ngapain loe pergi bareng ma Aldi? Pake boncengan segala lagi” Kata Kak Silvi dengan nada yang masih tinggi dan wajah mencibir.
“ Emang apa salahnya kalau aku bonceng Kak Aldi? Orang Kak Aldi juga nggak keberatan aku bonceng” kataku menanatang.
“ Loe berani sama gue? Masih anak kelas satu aja belagu loe,aldi itu milik gue! Dan nggak boleh ada yang deketin dia selain gue,NGERTI LOE” mata Kak Silvi melotot hampir copot membuatku merasa ngeri.
“ Oh ya kata siapa?” jawabku santai. Ku sadar perkataanku membuatnya lebih marah dan hampir mendapatkan tamparan andai saja tak ada tangan lain yang menahannya.
“Ada apa ini,ngapain loe mau nampar dia?” Tanya Kak Aldi sambil menghempaskan tangan kak silvi,aku ingin berucap namun terpotong oleh kata – kata Kak Silvi.
“Gue mau beri pelajaran kepada ni anak yang tau diri ini, bisa – bisanya dia jalan sama loe kemaren, udah gitu dia nantangin gue lagi masih kelas satu aja belagu” Jawab Kak Silvi dengan nada penuh emosi dan memandangku dengan marah.
“Kalau dia pergi sama gue, terus apa masalah loe sama dia? Gue kan yang pergi sama dia bukan loe, ko’ jadi loe yang sewot.” Jawab Kak Aldi dengan santai.
“Tapikan gue nggak suka loe deket – deket sama dia” Kata Kak Silvi yang kecewa.
“gue lebih berhak dan lebih pantes buat jalan sama loe” Lanjutnya.
“Kalau loe bilang loe pantes buat jalan sama gue, harusnya loe ngaca mana mungkin gue jalan sama cewek yang urakan kaya loe, kerjaannya Cuma bisa bentak – bentak orang. Terus kalau loe bilang loe lebih berhak jalan sama gue? Siapa loe! cewek gue bukan, saudara gue juga bukan, yang ada dia lebih pantes jalan sama gue karena dia itu adik gue, NGERTI LOE! Dan jangan pernah ganggu dia lagi” Kata Kak Aldi membuat semua orang yang ada disitu kaget dan shok.
Sedangkan aku hanya bias diam tanpa berkata apa- apa. Aku pun tak ingat sejak kapan ada banyak orang di lorong itu, Kak Aldi menarik tangan ku pergi meninggalkan semua wajah – wajah penuh tanda tanya milik semua orang yang ada disitu. Tak terkecuali Tia, Anya dan Tiwi yang menatapku tak percaya. Ya memang sebelumnya tak pernah ada yang tau bahwa aku adik kak aldi,namun sekarang semua orang di sekolah tau.
“ Harusnya kakak, nda usah mbela aku kaya gitu” kataku sesampainya di rumah
“ Apa salah kalau gue bela loe didepan anak – anak, loe kan adik gue” Jawab Kak Aldi, sambil meneguk air putih.
“ Tapi kalau kaya gini semua orang tau kalau aku adik kakak” Lanjutku.
“ Apa salahnya kalau mereka tau, toh nggak merugikan juga kan?” Tanya Kak Aldi dengan nada tinggi.
“ Tapi itu mengganggu kak, kalau mau ngakuin kenapa nda sejak awal kakak bilang ke mereka kalau kita kakak adik, kenapa baru sekrang kakak mengakui aku sebagai adik kakak”jawabku.
“ Loe tu ya, udah bagus gue belain, nggak tau terimakasih banget. Loe nggak tau kan Silvi itu kaya apa?” Lanjut Kak Aldiyang benar – benar marah,
“Ach udah lah terserah loe mau ngapain” Kata Kak Aldi sambil beranjak pergi ke kamarnya.
“Eits, ada apa ini? Ko’ anak mama pada berantem gini,”Kata mama yang tiba – tiba muncul.
“ Nggak ada apa – apa ma,” jawab ku kemudian melangkah pergi ke kemar,mama hanya menggeleng – gelengkan kepala saja.
Ku rebahkan diri diatas kasur,
“Huuh sebel” gumamku sambil memukul kasur yang empuk.
Membayangkan kejadian tadi siang, harus senang kah atau harus bagaimana? Senang karena aku tak harus berbohong lagi, sebal kenapa harus ada insiden tadi, kenapa baru sekarang Kak Aldi mengakuiku sebagai adik di depan semua orang. Kalau soal berbohong aku tak pernah berbohong, karena memang aku pernah bercerita kepada Anya,Tia dan Tiwi, bahwa aku punya kakak, meski aku tak pernah bilang bahwa kakakku adalah Kak Aldi. Berarti aku tak berbohong. Tanpa sengaja seulas senyum bertengger di bibirku.
Di meja makan tak ada suara, bahkan pandangan Kak Aldi masih dingin terhadapku. Aku juga masih dingin terhadapnya. Meski kami sering tak terlihat mengobrol namun, tetep saja kita bisa saling menyapa. Tapi untuk hari ini, kita terlihat sangat tak akur.
“ Kalian kenapa? Ko’ kayaknya lagi berantem” Tanya papa, aku mendongak dan pas bertemu pandang dengan pandangan Kak Aldi lalu ku menunduk kembali.
“Ya, kalian ini ada masalah apa?masa berantem gini? Nggak baik ach” kata mama menimpali.
“Nggak Ada Ma” kataku berbarengan dengan kak aldi,
“Eh jawabnya kompak banget gini? Tumben” Kata mama, mama papa hanya tersenyum aja aku hanya diam sambil memalingkan muka. Kak Aldi pun tak bersuara.
Hari ini tak seperti biasanya aku tak menebeng papa karena aku ingin sendirian, jadi aku berangkat sekolah dengan menggunakan bus. Ku langkahkan kaki memasuki sekolah dengan langkah ragu, kulihat anya dari halaman parkiran,dan ku inign mengejarnya,
“Anya tunggu”teriakku. Namun langah ku berhenti ketika ada orang yang menepuk bahu ku,
“ Hai Tari, mau ke kelas? kita antar ya” kata orang yang menepuk bahu, sekilas ku lihat Anya,yang tadi berhenti kini berjalan tanpa menolehku lagi.
“ Maaf kak, nda usah aku bisa sendiri” kataku mencoba sopan dengan kak silvi yang ingin mengantarku ke kelas
“Tumben Kak Silvi, baik kemaren aja, bentak – bentak nda jelas, mau ngater segala lagi mang aku bayi apa yang nggak bisa jalan” gumamku sambil berlalu meninggalkan Kak Silvi.
Dalam perjalanan ke kelas banyak orang yang menyapaku, namun aku tak merasa mengenal mereka, dan aku yakin mereka pun tak begitu mengenalku, mereka Cuma tau namaku saja. Banyak yang berbisik sana – sini membuatku risih. Ntah mengapa sekarang sekolah seperti tempat yang menakutkan bagiku.
“ Huuuh, inisemua pasti gara- gara kejadian kemaren, coba aja kemaren Kak Aldi nda marah – marah dan membeberkan hal yang sebenarnya.” Gumamku sambil duduk di bangku tanpa Anya. karena Anya memilih tuk pindah bangku, aku hanya bisa melihatnya miris.
“Kenapa disaat kaya gini mereka memusuhi aku”bisikku dalam hati.
Sambil menikmati makananku, aku mengingat – ngingat pada saat aku bertemu anya,tia dan tiwi,mereka yang satu grup bersamaku saat masih MOS, namun kini aku duduk sendiri dan tak ada guarauan dari teman – temanku membuatku merasa kesepian.
“ Hai Tari” Kata Kak Silvi yang tiba – tiba saja duduk di depanku, membuatku kehilangan selera makan.
“Ko berhenti makannya?” Tanya kak silvi dengan nada di buat semanis mungkin,namun ku tak menjawab tapi Cuma memandangnya penuh selidik.
“ Ngapain kakak kesini? Nda biasanya dan sejak kapan kakak tau namaku?”Tanyaku dengan nada ketus tanpa memandangnya.
Inilah yang kutakutkan selama ini, jika dari dulu aku ngaku kalau aku adiknya Kak Aldi. Banyak yang pura – pura baik denganku, seperti Kak Silvi yang baru aja kemaren memarahiku dengan nada shok galaknya, kini berubah menjadi super lembut, dengan sejuta senyum manis dibibirnya.
Ko’ ketus gitu sih? Gue kesini mau minta maaf soal kemaren” jawab Kak Silvi sambil menjulurkan tangannya. “ maaf” lanjutnya dengan gaya so manis.
Aku terdiam sejenak,memikirkan akan menjabat tangannya atau tidak,namun ku balas juga tangannya, sambil tersenyum yang dibuat – buat, kulihat Anya, Tia dan Tiwi yang mencibir sinis membuatku tambah merasa sedih.
“ Kamu masih mau makan ya? Gimana kalau kakak traktir” jawab Kak Silvi, aku pun hanya mendongak dan memandangnya tak percaya.
“Beneran kakak mau ntraktir aku?” Kataku sok manis juga.
“ Eh iya, kamu boleh pesen apa yang kamu ingin kan dan nggak usah khawatir, biar gue yang bayar semua, itung – itung buat nebus kesalahan gue ke loe.” Kata Kak Silvi
“ Kakak serius, apapun itu?”Tanyaku mencoba memastikan. Sedikit senyum licik terkulas dalam bibir ku. Kak Silvi hanya mengangguk mantab.
“Ok deh kalau kakak memaksa”kataku sambil berdiri, Kak Silvi pun tersenyum dan merasa bingung.
“ Woooy temen – temen semua, dengerin aku ya! Kalian boleh mesen apapun makanan yang ada disini, dan tenang aja yang mbayarin semua Kak Silvi” kataku sambil teriak sekencang – kencangnya agar semua anak mendengarnya. Semua anak pun ricuh Kak Silvi memandangku dengan perasaan muak dan aku hanya angkat bahu saja.
“ Makasih ya kak, atas traktirannya! Yang sering – sering aja, dan jangan lupa bayar juga punya aku.”kataku tersenyum penuh kemenagan saat melihat wajah Kak Silvi yang penuh dengan kemarahan dan aku pun segera beranjak pergi dari kanti.
“ Rasain loe,emang enak aku kerjain! Tari dilawan. Dasar Ratu lebah.
To Be continuie....
Biodata penulis :
Judul : Ketika Cinta Harus Rela
Nama : Novi
Facebook :DevilOpi DhiM-dHim
“Punya mata apa nggak sih loe” bentak Kak Silvi, karena aku menabraknya.
“Maaf kak aku nda sengaja” kataku tiba – tiba saja tangan Kak Silvi menarikku membawaku ke lorong deket tangga. Ya Kak Silvi orang yang kata Anya orang yang selalu mengejar cinta Kak Aldi, namun selalu ditolak kak aldi,orang yang menurutku juga tak berperikemanusiaan.
“ Eh dengerin gue ya jangan pernah loe coba – coba deketin Aldi” katanya sambil menarik pipiku. Aku coba melepaskan tangannya,
”Maksud Kak Silvi apa?”Tanyaku stelah berhasil melepaskan tangannya.
“Nggak usah bego atau pura – pura nggak tau deh, dengernya kemaren ngapain loe pergi bareng ma Aldi? Pake boncengan segala lagi” Kata Kak Silvi dengan nada yang masih tinggi dan wajah mencibir.
“ Emang apa salahnya kalau aku bonceng Kak Aldi? Orang Kak Aldi juga nggak keberatan aku bonceng” kataku menanatang.
“ Loe berani sama gue? Masih anak kelas satu aja belagu loe,aldi itu milik gue! Dan nggak boleh ada yang deketin dia selain gue,NGERTI LOE” mata Kak Silvi melotot hampir copot membuatku merasa ngeri.
“ Oh ya kata siapa?” jawabku santai. Ku sadar perkataanku membuatnya lebih marah dan hampir mendapatkan tamparan andai saja tak ada tangan lain yang menahannya.
“Ada apa ini,ngapain loe mau nampar dia?” Tanya Kak Aldi sambil menghempaskan tangan kak silvi,aku ingin berucap namun terpotong oleh kata – kata Kak Silvi.
“Gue mau beri pelajaran kepada ni anak yang tau diri ini, bisa – bisanya dia jalan sama loe kemaren, udah gitu dia nantangin gue lagi masih kelas satu aja belagu” Jawab Kak Silvi dengan nada penuh emosi dan memandangku dengan marah.
“Kalau dia pergi sama gue, terus apa masalah loe sama dia? Gue kan yang pergi sama dia bukan loe, ko’ jadi loe yang sewot.” Jawab Kak Aldi dengan santai.
“Tapikan gue nggak suka loe deket – deket sama dia” Kata Kak Silvi yang kecewa.
“gue lebih berhak dan lebih pantes buat jalan sama loe” Lanjutnya.
“Kalau loe bilang loe pantes buat jalan sama gue, harusnya loe ngaca mana mungkin gue jalan sama cewek yang urakan kaya loe, kerjaannya Cuma bisa bentak – bentak orang. Terus kalau loe bilang loe lebih berhak jalan sama gue? Siapa loe! cewek gue bukan, saudara gue juga bukan, yang ada dia lebih pantes jalan sama gue karena dia itu adik gue, NGERTI LOE! Dan jangan pernah ganggu dia lagi” Kata Kak Aldi membuat semua orang yang ada disitu kaget dan shok.
Sedangkan aku hanya bias diam tanpa berkata apa- apa. Aku pun tak ingat sejak kapan ada banyak orang di lorong itu, Kak Aldi menarik tangan ku pergi meninggalkan semua wajah – wajah penuh tanda tanya milik semua orang yang ada disitu. Tak terkecuali Tia, Anya dan Tiwi yang menatapku tak percaya. Ya memang sebelumnya tak pernah ada yang tau bahwa aku adik kak aldi,namun sekarang semua orang di sekolah tau.
“ Harusnya kakak, nda usah mbela aku kaya gitu” kataku sesampainya di rumah
“ Apa salah kalau gue bela loe didepan anak – anak, loe kan adik gue” Jawab Kak Aldi, sambil meneguk air putih.
“ Tapi kalau kaya gini semua orang tau kalau aku adik kakak” Lanjutku.
“ Apa salahnya kalau mereka tau, toh nggak merugikan juga kan?” Tanya Kak Aldi dengan nada tinggi.
“ Tapi itu mengganggu kak, kalau mau ngakuin kenapa nda sejak awal kakak bilang ke mereka kalau kita kakak adik, kenapa baru sekrang kakak mengakui aku sebagai adik kakak”jawabku.
“ Loe tu ya, udah bagus gue belain, nggak tau terimakasih banget. Loe nggak tau kan Silvi itu kaya apa?” Lanjut Kak Aldiyang benar – benar marah,
“Ach udah lah terserah loe mau ngapain” Kata Kak Aldi sambil beranjak pergi ke kamarnya.
“Eits, ada apa ini? Ko’ anak mama pada berantem gini,”Kata mama yang tiba – tiba muncul.
“ Nggak ada apa – apa ma,” jawab ku kemudian melangkah pergi ke kemar,mama hanya menggeleng – gelengkan kepala saja.
Ku rebahkan diri diatas kasur,
“Huuh sebel” gumamku sambil memukul kasur yang empuk.
Membayangkan kejadian tadi siang, harus senang kah atau harus bagaimana? Senang karena aku tak harus berbohong lagi, sebal kenapa harus ada insiden tadi, kenapa baru sekarang Kak Aldi mengakuiku sebagai adik di depan semua orang. Kalau soal berbohong aku tak pernah berbohong, karena memang aku pernah bercerita kepada Anya,Tia dan Tiwi, bahwa aku punya kakak, meski aku tak pernah bilang bahwa kakakku adalah Kak Aldi. Berarti aku tak berbohong. Tanpa sengaja seulas senyum bertengger di bibirku.
Di meja makan tak ada suara, bahkan pandangan Kak Aldi masih dingin terhadapku. Aku juga masih dingin terhadapnya. Meski kami sering tak terlihat mengobrol namun, tetep saja kita bisa saling menyapa. Tapi untuk hari ini, kita terlihat sangat tak akur.
“ Kalian kenapa? Ko’ kayaknya lagi berantem” Tanya papa, aku mendongak dan pas bertemu pandang dengan pandangan Kak Aldi lalu ku menunduk kembali.
“Ya, kalian ini ada masalah apa?masa berantem gini? Nggak baik ach” kata mama menimpali.
“Nggak Ada Ma” kataku berbarengan dengan kak aldi,
“Eh jawabnya kompak banget gini? Tumben” Kata mama, mama papa hanya tersenyum aja aku hanya diam sambil memalingkan muka. Kak Aldi pun tak bersuara.
Hari ini tak seperti biasanya aku tak menebeng papa karena aku ingin sendirian, jadi aku berangkat sekolah dengan menggunakan bus. Ku langkahkan kaki memasuki sekolah dengan langkah ragu, kulihat anya dari halaman parkiran,dan ku inign mengejarnya,
“Anya tunggu”teriakku. Namun langah ku berhenti ketika ada orang yang menepuk bahu ku,
“ Hai Tari, mau ke kelas? kita antar ya” kata orang yang menepuk bahu, sekilas ku lihat Anya,yang tadi berhenti kini berjalan tanpa menolehku lagi.
“ Maaf kak, nda usah aku bisa sendiri” kataku mencoba sopan dengan kak silvi yang ingin mengantarku ke kelas
“Tumben Kak Silvi, baik kemaren aja, bentak – bentak nda jelas, mau ngater segala lagi mang aku bayi apa yang nggak bisa jalan” gumamku sambil berlalu meninggalkan Kak Silvi.
Dalam perjalanan ke kelas banyak orang yang menyapaku, namun aku tak merasa mengenal mereka, dan aku yakin mereka pun tak begitu mengenalku, mereka Cuma tau namaku saja. Banyak yang berbisik sana – sini membuatku risih. Ntah mengapa sekarang sekolah seperti tempat yang menakutkan bagiku.
“ Huuuh, inisemua pasti gara- gara kejadian kemaren, coba aja kemaren Kak Aldi nda marah – marah dan membeberkan hal yang sebenarnya.” Gumamku sambil duduk di bangku tanpa Anya. karena Anya memilih tuk pindah bangku, aku hanya bisa melihatnya miris.
“Kenapa disaat kaya gini mereka memusuhi aku”bisikku dalam hati.
Sambil menikmati makananku, aku mengingat – ngingat pada saat aku bertemu anya,tia dan tiwi,mereka yang satu grup bersamaku saat masih MOS, namun kini aku duduk sendiri dan tak ada guarauan dari teman – temanku membuatku merasa kesepian.
“ Hai Tari” Kata Kak Silvi yang tiba – tiba saja duduk di depanku, membuatku kehilangan selera makan.
“Ko berhenti makannya?” Tanya kak silvi dengan nada di buat semanis mungkin,namun ku tak menjawab tapi Cuma memandangnya penuh selidik.
“ Ngapain kakak kesini? Nda biasanya dan sejak kapan kakak tau namaku?”Tanyaku dengan nada ketus tanpa memandangnya.
Inilah yang kutakutkan selama ini, jika dari dulu aku ngaku kalau aku adiknya Kak Aldi. Banyak yang pura – pura baik denganku, seperti Kak Silvi yang baru aja kemaren memarahiku dengan nada shok galaknya, kini berubah menjadi super lembut, dengan sejuta senyum manis dibibirnya.
Ko’ ketus gitu sih? Gue kesini mau minta maaf soal kemaren” jawab Kak Silvi sambil menjulurkan tangannya. “ maaf” lanjutnya dengan gaya so manis.
Aku terdiam sejenak,memikirkan akan menjabat tangannya atau tidak,namun ku balas juga tangannya, sambil tersenyum yang dibuat – buat, kulihat Anya, Tia dan Tiwi yang mencibir sinis membuatku tambah merasa sedih.
“ Kamu masih mau makan ya? Gimana kalau kakak traktir” jawab Kak Silvi, aku pun hanya mendongak dan memandangnya tak percaya.
“Beneran kakak mau ntraktir aku?” Kataku sok manis juga.
“ Eh iya, kamu boleh pesen apa yang kamu ingin kan dan nggak usah khawatir, biar gue yang bayar semua, itung – itung buat nebus kesalahan gue ke loe.” Kata Kak Silvi
“ Kakak serius, apapun itu?”Tanyaku mencoba memastikan. Sedikit senyum licik terkulas dalam bibir ku. Kak Silvi hanya mengangguk mantab.
“Ok deh kalau kakak memaksa”kataku sambil berdiri, Kak Silvi pun tersenyum dan merasa bingung.
“ Woooy temen – temen semua, dengerin aku ya! Kalian boleh mesen apapun makanan yang ada disini, dan tenang aja yang mbayarin semua Kak Silvi” kataku sambil teriak sekencang – kencangnya agar semua anak mendengarnya. Semua anak pun ricuh Kak Silvi memandangku dengan perasaan muak dan aku hanya angkat bahu saja.
“ Makasih ya kak, atas traktirannya! Yang sering – sering aja, dan jangan lupa bayar juga punya aku.”kataku tersenyum penuh kemenagan saat melihat wajah Kak Silvi yang penuh dengan kemarahan dan aku pun segera beranjak pergi dari kanti.
“ Rasain loe,emang enak aku kerjain! Tari dilawan. Dasar Ratu lebah.
To Be continuie....
Biodata penulis :
Judul : Ketika Cinta Harus Rela
Nama : Novi
Facebook :DevilOpi DhiM-dHim