Tapi, Gara gara Admin ngambek sama tu blog satu terkait pinguin panda V2, Admin balik lagi kesini deh. Untuk sejenak semua yang ada di sono di abaikan. Gak tau sampai kapan. ha ha ha #Dihajar.
Oke lah, dari pada kebanyakan cerita mending langsung ke cerpen cinta yang satu ini yuks. Judulnya "Cinta di penghujung harap". Abis bingung mau ngarang judul apaan.Jiah.....
Walau berjauhan, kami tau. Kalau hati kami selalu dekat.
Dan saat dia menghilang, aku merasakan kalau dunia ku telah gelap.
Namun kini, Saat dia berada dekatku,
berada dalam jarak pandangku,
kenapa kami justru begitu jauh.
"Hufh, akhirnya selesai juga" Gumam Alexsa sambil merantangkan tangannya. Sekedar meluruskan otot - otot tubuhnya yang terasa pegel karena terlalu lama duduk dihadapan komputer. Menyelesaikan Laporan akhir keuangan bulanan kantornya. Yang memang merupakan tugasnya selaku sang admin.
Setelah selesai meng'save' data -data tersebut kedalam flasdisk nya, Alexsa bangkit berdiri. Tak lupa di matikannya komputer yang telah lebih dari 12 jam non stop menemaninya seharian ini hanya untuk berkutat pada deretan angka yang cukup membuat pusing kepalannya. Disambarnya tas coklat di atas meja sebelum kemudian dengan santai meninggalkan ruangan kerjannya. Sekilas Alexsa menatap kesekeliling. Sepi. Sepertinya para Staff lainnya sudah pulang duluan. Wajar saja si, jam kantor sudah berlalu lebih dari sejam yang lewat.
Tepat di depan kantor Alexsa berdiri. Menanti angkutan umum lewat di hadapan yang akan membawanya kembali kerumah. Lima menit berlalu tapi masih belum ada bis yang lewat. Sesekali Alexsa melirik jam yang melingkar di tangannya. Hampir pukul 6 sore. Bisa di pastikan ia akan tiba malam di rumahnya.
"Teeett teeett teeeett".
Refleks Alexsa menoleh. Sebuah sedan merah berhenti tak jauh darinya. Sebelum pemiliknya turun dari dalam mobil, Alexsa sudah bisa menebak siapa orangnya. Tanpa sadar ia menghembuskan nafas berat saat matanya mendapati pintu mobil mulai terbuka di hadapannya.
"Mau pulang?"
"Iya pak" Balas Alexsa sambil berusah memasang senyum paksa di bibirnya. Sekedar formalitas untuk menjaga imagenya. Walau bagaimanapun bersikap sopan selalu menjadi prioritas utamanya. Terlebih yang berdiri di hapannya adalah pak Swandy, Kepala Staff marketing di kantornya.
"Jangan panggil saya bapak. Saya jadi merasa cukup tua. Lagi pula ini kan sudah bukan jam kantor" Balas Swandy sambil tersenyum.
Alexsa hanya mengernyit sekilas. Mati - matian menahan diri untuk tidak memutar mata, merasa enek mendengarnya. Baiklah, ia akui kalau seseorang yang berdiri di hadapnnya cukup tampan, Setidak nya itu juga merupakan pendapat hampir seluruh orang - orang di sekelilingnya yang juga mengenalnya. Selain itu, pak Swandy juga orang kaya. Selalu ramah_kalau tidak ingin di bilang genit_ pada semua orang terlebih wanita khususnya. Rekan - rekan Alexsa juga tau kalau Pria itu menyukainya, Ralat menyukai semau wanita cantik sepertinya. Yang mereka semua tidak tau adalah, Alexsa membencinya. Sangat membencinya.
"Tumben jam segini baru mau pulang?" tanya Swandy yang kini berdiri tepat di samping Alexsa.
"Kebetulan tadi ada tugas yang harus di selesaikan" Balas Alexsa sambil tetap berusaha menjaga nada bicaranya.
"Sebentar lagi malam, rasanya tidak aman kalau gadis cantik sepertimu pulang sendirian. Terlebih di dalam bus. Bagaimana jika saya antar saja. Kebetulan juga saya tidak sedang sibuk".
"Terima kasih pak. Tidak perlu repot - repot" Tolak Alexsa. Dalam hati ia mengerutu, Bukannya lebih tidak aman lagi kalau ia pulang bersama pria itu.
"Sama sekali tidak merepotkan. Justru saya akan dengan senang hati melakukannya".
"Oh tidak usah pak. Lagi pula tu bisnya juga sudah datang. Mari...".
Tanpa menunggu balasan, Alexsa segera melesat. Melangkah masuk kedalam bus bersama beberapa penumpang lainnya. Mengabaikan tampang cemberut pak Swandy yang ditinggalkannya.
Setelah duduk diam sementara bus juga sudah mulai melaju barulah Alexsa bisa kembali menghembuskan nafas lega. Astaga, kepalanya kembali terasa berdenyut nyeri. Selain karena ia sudah terlalu lama menghitung deretan angka yang memeras otaknya, situasi tadi juga salah satu alasannya. Ia sudah cukup bingung menghindari makluk yang satu itu. Bukan karena sombong, tapi ia masih cukup waras untuk bisa membedakan mana yang terbaik untuknya. Tampang keren, harta melimpah tapi moral anjok si sama sekali bukan tipenya. Secara sudah menjadi rahasia umum kalau Pak Swandy sering keluar masuk hotel dengan wanita yang berbeda.
Sebenernya itu bukan urusannya, dan Alexsa sendiri sama sekali tidak tertarik untuk mencampurinya. Hanya saja, kenyataan kalau ia adalah target pendekatan pria hidung belang satu itu sudah cukup membuat merinding bulu kuduknya. Apalagi yang harus ia lakukan untuk menghindarinya. Cara kasar jelas mustahil ia lakukan, walau bagaimana pun. Jabatan pak Swandy jelas berada di atasnya.
Tak ingin semakin membuat sakit kepalanya tangan Alexsa terangkat. Melepaskan kacamata yang bertenger di matanya. Yang selalu menemaninya melewati hari - hari di kantornya. Dengan berlahan di masukannya benda itu kedalam kotak yang ia bawa. Selesai menyimpan kembali di dalam tas, tak lupa tangannya menyambar headset putih kesayangannya. Mendengarkan musik sambil bersandar di bus sepertinya lebih menyenangkan. Terlebih jarak yang akan ia tempuh juga lumayan jauh. Tanpa sadar matanya terpejam, walau ingatannya tetap merekam musik yang mengalun di telinganya.
"Siang pak, ini laporan keuangan bulan ini yang bapak minta kemaren" Kata Alexsa kearah pak Sbastian. Atasannya.
"Oh, terima kasih" Balas Pak Sbastian sambil tersenyum. Alexsa ikut membalas senyumnya sebelum kemudian ia pamit. Berniat berbalik keruangannya.
"Oh ya, Hampir saja saya lupa. Ada yang ingin saya katakan padamu".
"Ada apa ya pak?" tanya Alexsa lirih. Mendadak merasa was - was akan kabar yang akan keluar dari mulut atasannya.
"Begini, Silahkan duduk dulu" Tawar pak Sbastian sebelum kemudian kembali melanjutkan ucapannya. Tanpa membantah Alexsa segera menginterupsi saran atasan yang cukup di hormatinya. Selain bertangung jawab, Pria separuh baya itu juga selalu sopan pada siapapun.
"Mulai minggu depan, Kamu tidak perlu lagi menjadi admin di kantor ini".
"Maaf pak?" Tanya Alexsa refleks. Tidak jadi admin lagi. Maksutnya dia di pecat?.
"Oh jangan khawatir. Kamu tidak saya pecat. Justru saya ingin mengangkat kamu jadi sekertaris di kantor ini".
"Saya pak?".
"Iya, kamu saya angkat jadi Sekertaris mengangtikan Linda mulai minggu depan. Karena mulai minggu depan saya tidak akan mengurus kantor ini lagi. Kantor ini akan saya serahkan pada Anak saya yang baru menyelesaikan pendidikannya di luar negeri. Sementara Linda saya bawa, Karena dia memang sekertaris saya. Kamu saya angkat jadi sekertaris nya karena saya sangat tau kemampuan mu. Jadi kamu bisa mengimbangi anak saya yang baru mau mulai belajar. Kamu tidak keberatan kan?".
Lama Alexsa terdiam sebelum kepalanya mengangguk berlahan. Lagipula ia juga tidak bisa mengatakan tidak. Selain karena ia tidak punya alasan, tawaran pak Sbastian juga cukup bagus untuk di pertimbangkan. Dengan tidak menjadi admin di kator itu, maka ia juga tidak perlu lagi selalu berurusan pada bagian marketing _ Pak Swandy khusunya.
"Bagus, saya cukup bahagia mendengarnya. Kalau gitu kamu boleh pergi sekarang".
"Terima kasih pak, saya permisi dulu" Pamit Alexsa sebelum kemudian benar - benar pergi meninggalkan ruangan seseorang yang sebentar lagi akan menjadi calon mantan atasannya.
Cinta dipenghujung harap
Tak terasa waktu berlalu begitu cepat. Dengan langkah berlahan Alexsa melangkah menginggalkan ruangan yang sudah menemaninya lebih dari dua tahun ini. Walau sedikit berat namun langkahnya terlihat mantap. Dalam hidup ini, kadang kita juga memang butuh perubahan.
"Good luck yang Alexsa. Semoga saja penganti pak Sbastian lebih baik. Dengar - dengar dia anak satu - satunya. Yang katanya lulusan dari luar negeri. Yah bercermin dari wajah pak Sbastian aja si, Dia aja keliatan cakep. Anaknya pasti mewarisinya donk. Bener nggak?" Kata Astatika saat Alexsa menghampirinya untuk berpamitan.
"Terima kasih" Balas Alexsa seadanya.
Tepat saat ia melangkah melewati pintu pada saat bersamaan Pak Swandy juga melangkah masuk. Raut terkejut jelas tegambar di wajahnya saat mendapati Alexsa yang tampak mengangkat kerdus berisi berkas - berkas kantornya.
"Lho Alexsa, kamu mau kemana?" Tanya Pak Swandy.
"Keluar donk pak. Saya kan sudah tidak bertugas disini lagi?".
"Kamu di pecat?" tambah pak Swandy lagi.
"Tidak. Hanya di pindah tugas kan. Maaf, tapi saya harus Permisi dulu ya pak, sepertinya saya masih harus beres - beres" Sahut Alexsa cepat - cepat memutuskan pembicaraan mereka.
Mau tak mau pak Swandy mengangguk, sedikit menyingkir karena keberadaannya terlihat mengalangi langkah Alexsa. Tanpa kata lagi Alexsa segera berlalu. Benar - benar merasa cukup malas berada berdekatan dengan makhluk yang satu itu.
Tanpa sadar bibir Alexsa membuat sebuah lengkungan saat matanya mendapati meja barunya yang kini sudah tertata rapi. Semua berkas sudah ia susun, tinggal menunggu calon bos barunya mucul saja.
Tepat saat Alexsa menoleh matanya langsung tertuju kearah pak Stbastian yang baru muncul. Disusul beberapa orang yang mucul di belakangnya, Secara refleks, Alexsa sedikit menundukan kepalanya.Formalitas penghormatan pada atasan.
"Bagaimana Alexsa, sudah seleseai beres - beresnya?" tanya Pak Sbastian sambil tersenyum ramah.
"Sudah pak" kepala Alexsa mengangguk sebagai penegasan.
"Baguslah kalau begitu. Mari silahkan masuk. Saya akan memperkenalkan calon atasanmu yang baru" Kata Pak Sbastian sambil melangkah keruanganya diikuti oleh Alexsa yang tampak mengekor di belakang.
"Sebelum saya mulai, saya ingin sedikit mengobrol dengan mu. Ku harap kau sama sekali tidak keberatan Alexsa".
"Oh, Tentunya sama sekali tidak pak" Sahut Alexsa yang kini duduk tepat di hadapan pak Sbastian.
"Saya tau kamu itu orangnya disiplin dan bisa di percaya, karena itu saya mempercayakan jabatan ini padamu. Tapi saya juga tetap harus minta maaf?".
"Eh, minta maaf untuk apa pak?" Tanya Alexsa mendadak merasa cemas.
"Anak saja justru jam segini belum datang".
"Oh, he" Alexsa sedikit menyegir sambil menghebuskan nafas lega. Ia pikir atasannya itu ingin minta maaf untuk apa. Dan belum sempat mulut Pak Sbastian terbuka untuk berkata lagi, sebuah ketukan pintu sedah terlebih dahulu menginterupsisnya.
"Silahkan masuk" Kata pak Sbastian mempersilahkan. Kemudian ia menoleh kearah Alexsa yang masih menghadap kearahnya sambil mergumam lirih . "Sepertinya itu anak saya".
Lagi - lagi Alexsa hanya mampu bereaksi dengan anggukan. Tanpa sadar jantungnya berdegup lebih kencang. Merasa gugup dengan situasi ini. Berniat untuk berbalik, Alexsa justru malah menundukan wajahnya. Barulah saat pak Sbastian memanggil namanya untuk berkenalan langsung dengan Anaknya yang kini jelas berada di sampingnya Alexsa berani mengangkat wajahnya.
Pernahkah kau merasakan waktu terhenti?. Setidaknya kau berharap waktu akan berhenti. Itu lah yang Alexsa rasakan saat untuk pertama kalinya matanya menatap langsung sepasang mata bening yang berdiri selangkah darinya.
"Christandhika Sbastian, Senang berkenalan dengan mu".
Tangan itu masih terulur di hadapan, tapi Alexsa masih terpaku. Membuat dua pasang mata yang kini berada di dekatnya sama sama mengernyit heran. Tiada reaksi dari wanita itu selain raut kaget yang jelas tergambar.
"Kau baik - baik saja?" tangan yang melambai lambai tepat di didepan wajah segera menyadarkan Alexsa dari keterpakuannya. Setelah terlebih dahulu berdehem Alexsa ikut mengulurkan tangannya menyambut uluran tangan itu. Tak luput mulutnya bergumam menyebutkan namanya. Membuat kedua orang yang berada diruangan itu tersenyum lega.
"Baiklah, karena kalian berdua sudah muncul, kita bisa memulai sekarang?" tanya Pak Sbastian menginterupsi.
"Siap pa" Sahut Sbastian, Alexsa hanya menganggukan kepalanya.
"Seperti yang sudah saya katakan sebelumnya, kalau perusahan ini mulai sekarang akan berada di bawah pimpinan kamu Crisitan. Sementara kamu Alexsa, saya telah mempercayakan kamu untuk menjadi skretaris mendampingi nya dalam mengelola perusahan ini. Saya harap kalian bisa berkerja sama dengan baik untuk membuat perusahan ini semakin maju kedepannya. Lagi pula...".
Bla bla bla.
Setiap kalimat yang keluar dari mulut pak Sbastian terasa bagaikan angin lalu bagi Alexsa. Anganya benar - benar melayang entah kemana. Sekilas ia melirik kesampingnya dimana tampak sosok yang kini sedang mendengarkan dengan seksama ucapan - ucapan ayahnya. Sama sekali tidak menoleh kearahnya. Dan tak bisa di cegah, rasa sakit secara berlahan merambati hati Alexsa. Rasa sakit melebihi rasa sakit yang pernah ia rasakan dulu.
To Be Continue...
Hahahai, Lumayan panjang juga nie cerpen ternyata yak. #ngomong sama monitor.
Tapi ini baru part awalnya, bisa jadi lebih panjang dari cerpen cinta rainbow ater rain, atau malah lebih pendek dari cerpen cinta take my heart. Entah lah, kita liat aja entar. Sejauh mana imagi ini akan menghayal. huwahahha