Cinta itu tidak harus memiliki,
Tapi setiap yang mencintai pasti ingin memiliki.
Dan aku benar – benar menginginkanmu !!!,
Terlebih dahulu meletakan barang belanjaannya, Naira mengeluarkan kunci dari dalam tas. Membuka pintu rumah . Setelah makan siang traktiran dari steven yang baru dikenal, ia memang tidak langsung pulang. Mampir sebentar ke supermarket membeli barang – barang untuk mengisi kulkasnya yang sudah memang kosong. Sebenernya tadi steven sempat menawarinya untuk menemani, tapi karena ia belum cukup ‘gila’ untuk menerima tawaran dari orang yang baru di kenalnya hari itu, ia lebih memilih pergi sendiri. Toh ia tidak yakin kalau mereka masih bisa bertemu lagi. Menurutnya pertemuan hari ini hanyalah sebuah ‘Kebetulan’ belaka.
Begitu pintu terbuka, Naira segera melangkah kedapur. Meletakan belanjaannya di atas meja. Sepertinya ia harus membersihkan diri dulu baru nanti mengatur barang – barang itu di dalam kulkas. Namun belum sampai langkahnya mencapai pintu deringan telpon terlebih dahulu menghentikannya. Tanpa pikir panjang segera dianggatnya.
“Naira, Akhirnya di angkat juga. Kemana saja kamu. Dari tadi mama telpon kenapa nggak di angkat. Handphonmu juga nggak aktif. Memangnya kamu kemana?”.
Refleks Naira menjauhkan ganggang telpon itu jauh – jauh dari telinganya saat mendengar suara mamanya yang bernada panik berbicara tanpa rem. Setelah terlebih dahulu menarik nafas barulah ia menjawab.
“Ehem, Tadi naira ada keperluan keluar ma. Memang nya ada apa mama sampai menelpon kesini. Panggilan interlokal kan mahal. Kalau masalah hape, tadi malam jatuh kedalam bak mandi, terus naira bawa ke caunter, baru besok bisa diambil”.
“Memangnya harus dengan alasan untuk seorang ibu menghubungi anaknya yang jelas – jelas tinggal sendirian”.
“Maaf ma” Naira mengalah. Percuma membantah ucapan mama nggak akan menang.
“Mama menelpon mu untuk menanyakan keadaan mu, kau baik – baik saja kan?”.
“Baik ma. Tenang aja, Naira bisa menjaga diri kok”.
“Apa kau berniat untuk ikut tinggal sama mama?. Menyusul mama ke paris?”.
Naira menunduk dalam. Mencerna ucapan barusan. Tinggal sama mama?. Baru semalam ia menolak tawaran papanya untuk tinggal bersama, sekarang malah mama melakukan hal yang sama. Satu –satunya alasan ia lebih memilih tinggal di indonesia adalah karena ia bingung harus menentukan pilihan. Antara tinggal bersama papa di london atau ikut mama keparis. Hubungan kedua orang tuanya memang tidak baik sejak kepergian kakaknya, untung lah mereka tidak berencana untuk bercerai walau kenyataannya sekarang justru hidup berpisah. Sibuk dengan urusan masing – masing.
“Maaf Ma, Sepertinya tidak bisa. Naira di sini kan masih harus kuliah. Bahkan masih ada satu smester lagi baru wisuda” tolak Naira halus.
“Tapi kalau kamu sudah selesai kuliah kamu akan menyusul mama kesini kan?. Mama tidak merasa tenang meninggalkan anak gadis mama sendiri tinggal sendirian”.
“Mama tenang aja, Naira janji, Naira bisa jaga diri” Naira menyakinkan. Ia sangat mengerti kalau orang tuanya sangat menghawatirkannya.
“Ya sudah kalau begitu. Kamu istrirahat saja, makan yang bener, jaga kesehatan mu”.
“iya ma” Balas Naira sambil mengangguk walau tau mama pasti tidak bisa melihatnya. Beberapa detik kemudain barulah panggilan itu terputus.
Untuk sejenak naira menghela nafas. Di tatapnya sekeliling. Sepi, sendiri. Dan itu terasa menyebalkan. Membuat ia mau tak mau teringat kenangan masa lalu nya. Saat semuanya terasa indah. Kumpul bersama keluarga. Ada papa, mama dan masih ada kak nadira. Andai saja................ # Waktu ngetik ni cerita beneran teringat masa kecil ku. Hua Aku kangen masa – masa dulu !!!!!!!!.
Tak ingin terlalu larut dalam kenangannya Naira segera bangkit berdiri, melanjutkan niat nya untuk mandi. Kemudian memasak untuk makan malam dan setelah itu tidur. Besok pagi ia masih harus bangun pagi. Lagi pula tubuhnya juga terasa sangat lelah. Sepertinya malam ini ia bisa tidur dengan nyenyak
Cerpen : Rainbow After Rain
Dengan langkah santai steven masuk kedalam rumah. Segera dinyalakannya lampu saat merasa keadaan rumah yang gelap. Sebelah tangannya terangkat memijit – mijit tengkuk . Sambil sesekali menguap ia segera melangkah ke kamarnya. Sepertinya ia harus segera mandi.
Sambil mengeringkan rambutnya yang basah, Steven melangkah keruang tengah. Diraihnya remote tv. Iseng melihat – lihat siaran sebelum nanti benar – benar tidur. Walau tubuhnya terasa lelah Dan ia butuh untuk segera istirahat Namun sepertinya ini masih terlalu dini untuk langsung beranjak tidur. Waktu baru menunjukan pukul 08:00 malam.
Drrt....
Segera di raihnya hape di atas meja yang tampak berkedap – kedip. Sepertinya ada pesan masuk. Dari Stela. Dan ia hanya mampu terpaku saat melihat tulisan yang tertera disana.
“Besok penerbangan jam 8:00, ku harap ada yang ingin kau katakan pada ku sebelum aku benar – benar pergi”.
Steven hanya mampu menghembuskan nafas beratnya. Berkali – kali tangannya mengetik kan kata untuk balasan namun berkali – kali juga ia menghapusnya. Saat ini ia benar – benar bingung apa yang harus di lakukannya. Menahan gadis itu?. Tapi, untuk apa?. Apa alasan yang harus ia katakan?. Ataukah harus melepaskannya?. Tapi kenapa hatinya terasa begitu sakit?.
Dan akhirnya bukannya membalas justru malah ia matikan hape tersebut. Melepaskan batray sekaligus kartunya. Ia harus melupakan gadis itu walau sesungguhnya tak ingin. Dan ia menyadari ini benar – benar sebuah pilihan yang sangat sulit untuknya. Melepaskan orang yang di cintai untuk bersama sahabatnya sendiri. Menyedihkan. Dengan langkah gontai ia masuk kedalam kamar. Lebih baik tidur tak peduli walau hari masih terlalu dini. Ia hanya berharap semoga besok saat ia terbangun ia kan segera menyadari bahwa semua ini hanyalah mimpi.
Cerpen : Rainbow After Rain
Naira menatap langit sore itu sambil sekali – kali mengusap – usap tangannya. Hufh, Kenapa lagi – lagi ia harus terjebak oleh hujan. Di tolehkannya ke sekeliling. Sendiri. Di liriknya jam yang melingkar di tangan, pukul 17:38. Dan hujan sama sekali belum menunjukan tanda – tanda akan berhenti. Akhirnya ia memutuskan untuk duduk di halte sambil menunggu hujan reda.
“Naira?”.
Naira segera menoleh. Merasa heran saat mendapati seseorang yang kini berdiri di hadapannya.
“Steven?”.
“Apa yang kau lakukan disini?”.
Keduanya sontak tersenyum saat menyadari bahwa mereka mengucapkan kata yang sama dengan serentak.
“Ehem, baiklah. Apa yang kau lakukan disini?” tanya Steven untuk kedua kalinya.
“Menunggu hujan” Balas Naira sambil tersenyum. “Kamu sendiri?”.
“Tadi aku baru pulang dari kantor. Kebetulan tak sengaja lewat. Dan waktu aku melihat seseorang duduk di halte sendirian, aku merasa sepertinya aku kenal. Ya sudah langsung saja aku hampiri”
“Wah, benar – benar kebetulan bukan?” Naira mengangapi.
“Kebetulan?. Tidak kah kau merasa ini takdir?” tanya Steven dengan kening sedikit berkerut. Naira hanya mengeleng pelan.
“Tidak menurutku ini hanya kebetulan”.
“Jadi kau tidak percaya pada takdir?” tanya steven lagi.
“Oh, tentu saja percaya. Hanya saja menurutku takdir itu selalu berkaitan dengan hal – hal yang buruk”.
“Maksudnya?”.
Kali ini Naira hanya membalas dengan angkatan bahu sambil melemparkan senyum simpul. Sama sekali tidak berniat untuk menejaskannya lebih lanjut. Dan sepertinya Steven juga menyadarinya sehingga ia tidak mendesak dan memilih untuk mengalihkan permbicaraan.
“Oh ya, ini kan sudah hampir malam. Tidak baik untuk seorang wanita pulang sendirian. Bagian kalau ku antar?”.
“ha?”.
“Tenang, aku tidak akan menculik mu” Balas Steven setengah bercanda. Merasa tidak enak untuk menolak tanpa ada alasan yang jelas akhirnya Naira lebih memilih untuk mengikuti Steven menuju kearah mobilnya. Lagipula hujan belum menunjukan tanda – tanda akan mereda. Tidak ada jaminan kalau ia menunggu hujan bisa sampai kerumah sebelum malam.